Mengenang Pesan Belahan Jiwa

Pagi ini aku buka instagramku, Tiba-tiba muncul challenge yang diadakan Band “Jasmine Elektrik” ternyata mereka baru saja mengeluarkan single ‘Ibu’, karena penasaran aku coba klik akun ig mereka @jasmineelektrik.official, dan aku klik link yang ada di bio  www.yotube.com/watch?v=Rb-4OyOvtCk  kemudian kudengarkan single mereka, yang membuatku terkenang dengan sosok ibuku.
Bagiku ibu adalah belahan jiwaku,  baru kusadari mengapa ada istilah belahan jiwa bukan belahan raga, sebab  yang saling didampingi dan dilengkapi adalah segalanya yang tak kasat mata, tetap merasa ada, utuh, dan lengkap, meskipun tak bersama. Belahan jiwa tak akan kehilangan nilainya meskipun tak lagi hidup bersama di dunia fana. Cinta & kasihnya akan tetap terasa dan terkenang selamanya, seperti halnya pesan ibu yang mengereta setiap harinya. Bagaimana tiap sentuhan hangat nya merengkuhku itu adalah bukti bahwa malaikat itu ada.  Ia satu-satunya orang yang paling tulus di dunia, Satu-satunya orang yang siap berkurban demi anak-anaknya. Ia selalu memikirkan kebaikan anaknya. Satu senyumnya  adalah pelepas penat perjuangan. 
Tanggal 25 Mei 2015 Ibuku dinyatakan meninggal oleh Dokter RS Dr. Moewardi, Surakarta. Aku masih ingat hari itu pukul 2.35 wib. Tok, .. tok, .. tok, . . ada suara pintu yang diketuk dengan keras. Samar-samar kudengar suara kakekku memanggilku sambil mengetuk pintu. Lalu ku buka pintu dan kakekku pun langsung masuk ke rumah, selang beberapa saat ada dua orang laki-laki petugas rumah sakit yang membawa sebuah keranda masuk ke rumah. Deg, . .rasanya jantungku berhenti. Ternyata yang ada di dalam keranda itu adalah jasad ibuku. Pandangan ku nanar dan kabur, kepala ku pusing, badanku terasa ringan, aku tak percaya jika ibuku kini sudah tiada lagi di dunia ini.. Aku jadi teringat saat terakhir ku bersama ibu waktu itu. Itu adalah saat aku pulang ke rumah karena Sakit.
 “Kamu tidak usah belajar dulu lebih baik kamu istirahat dulu, supaya kamu cepat sembuh. Ibu akan memasak makanan kesukaanmuu, nanti setelah makan baru ibu kerokin kamu”, Kata ibu dengan penuh kasih sambil memelukku erat  seolah-olah ia akan pergi lama. 
Malam itu saat terakhirku bersamanya, Ia merawatku dengan sabar dan lembut, menjagaku sepanjang malam. Ia selalu mengusahakan apapun yang kuinginkan. Merangkulku dan memberi semangat saat aku terpuruk. Memang benar kasih sayang ibu tak terbantahkan oleh waktu. Aku merasa bersalah pada Ibuku, aku tak bisa menemaninya saat ajal datang menjemput nya. Aku belum sempat meminta maaf padanya padahal begitu banyak kesalahanku padanya. Aku sering mengecewakkan nya, dan membuatnya marah. Aku belum pernah membahagiakannya.
 Hal yang selalu membuatku terkenang  padanya adalah bagaimana dulu ibu menyuruhku, untuk belajar membaca Al-Qur’an. Awalnya dulu aku tak mau, hingga akhirnya setiap maghrib aku dipaksa untuk pergi ke rumah tetanggaku untuk belajar membaca Al-Qur’an. Karena pada saat itu tak ada TPA/TPQ di desa kami. Rumah tetanggaku itu terletak di tengah-tengah kebun, sehingga setiap aku dan teman-temanku selesai mengaji kami selalu berlari agar cepat menuju rumah karena kami ketakutan. Setelah sampai perempatan kami kemudian berpisah dan menuju arah rumah masing-masing. Dan ibu setiap setelah Isya pasti sudah menjemputkku diperempatan dekat rumah kami. Kemudian kami berdua bergandengan tangan dan pulang ke rumah.
 Terkadang aku dan ibu kemudian berbaring diatas dipan depan halaman rumah sambil memandang langit dan  melihat bintang, saat itu ibu biasanya menyayikan lagu 'Bintang Kecil'. Setelah itu, ia biasanya mengajarkanku menghafal surat an-nas, al-Falaq, al-Ikhlas, dan al-Fatihah.  Dan berpesan sambil membelai rambutku “Kamu harus jadi anak yang kuat sayang, jangan cengeng, jadilah wanita yang lemah lembut namun tegar dan mandiri, Ibu ingin kamu bisa membaca al-Qur'an, seandainya Ibu nanti sudah tidak ada, tolong kirimkan surat Yasin dan tahlil untuk Ibu setiap malam jum’at. “ Mendengar itu seketika aku memeluk ibuku dan berkata “Tidak, Ibu akan selalu ada dan Ibu akan baik-baik saja” tak terasa air mata ini meleleh. Hampir setiap hari ibuku mengulang-ulang kata-kata itu. Pesan itulah yang senantiasa terngiang-ngiang dikepalaku.
Pesan inilah yang hingga kini masih kupegang, dan insyaa Allah akan aku laksankan hingga akhir hayatku nanti, semoga saja aku bisa istiqomah. Setelah Ibu ku meninggal Aku menyadari, bahwa umur tak ada yang tau. Ajal tak memandang entah kita siap ataupun belum siap. Orang tua adalah bentuk berkah dari Tuhan, ketika kita masih diberi kesempatan untuk menikmati berkah itu, maka jangan disia-siakan. Karena sesuatu itu  akan terasa bernilai sangat berharga ketika kita telah kehilangannya. Banyak nikmat yang sebenarnya besar namun seringkali kita mengabaikannya dan tidak mensyukurinya.
Dari sinilah Aku mulai membuka mataku. Bahwa sungguh banyak nikmat yang Allah berikan setiap harinya, yang dahulu kurang ku syukuri. Dan hanya mengeluh dan mengeluh lah yang kulakukan secara rutin setiap harinya. Aku baru sadar saat Aku membaca Surah al-Mulk  ayat 23
“Katakanlah Dialah yang menciptakan kamu dan menjadikan pendengaran, penglihatan dan hati nurani bagi kamu; (tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur. ”
Saat ini aku melanjutkan  pendidikanku pada program studi Pendidikan Agama Islam di UIN Walisongo Semarang.  Kuputuskan untuk menjadi santri di Pondok Pesantren Fadhlul Fadhlan, agar lebih fokus untuk terus membenahi diri. semoga kelak ilmu yang kucari ini berkah dan bermanfaat, mimpiku aku ingin mendirikan TPQ, agar tak ada lagi anak yang buta huruf hijaiyah di desaku. Motivasi utamaku adalah ibuku, ketika aku tak bisa membahagiakan nya di dunia, Maka aku ingin  membahagiakannya di akhirat dan menjadi pemberat amal kebaikan nya kelak di yaumul hisab. Semoga aku diberi keistiqomahan dan Allah memudahkan jalanku. Aamiin.


#JasmineElektrik #JasmineElektrikCeritaIbu #MimpiIbu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

My First Motivation Letter